-----

Skenario dalam Seni Pedalangan

Skenario dalam Seni Pedalangan lazim disebut dengan Balungan Lakon, merupakan ringkasan cerita yang disusun berurutan mulai awal sampai akhir pertunjukan berisi adegan-adegan, tokoh-tokoh yang berperan dalam tiap-tiap adegan serta topik tiap-tiap adegan (wosing gati).

Tiap-tiap gaya pedalangan tentunya memiliki tata aturan yang berbeda dalam penyusunan skenario, salah satu contoh pada pedalangan Gaya Surakarta dalam pertunjukannya terbagi dalam 3 (tiga) Pathet yaitu, Pathet Nem, Pathet Sanga, dan Pathet Manyura.

Sedangkan pada pedalangan gaya Jawatimuran mulai awal sampai akhir pertunjukan terbagi dalam 4 (empat) Pathet, yaitu Pathet Sepuluh, Pathet Wolu, Pathet Sanga dan terakhir Pathet Serang. Tiap-tiap Pathet dalam pedalangan gaya Surakarta dibagi menjadi beberapa adegan, misalnya dalam Pathet Nem terdapat jejer pertama, Babak Unjal, Gapuran, Kedatonan, Pasowanan Jawi, Jaranan/kapalan, Perang Ampyak, jejer ke dua pada umumnya adegan Sabrang, dan perang gagal. Secara lengkap pada umumnya gaya Surakarta memiliki susunan kerangka cerita sebagai berikut :


Pathet Nem

Jejer pertama biasanya jejer kerajaan (Amarta, Astina, Dwarawati), namun demikian ada juga yang bukan jejer kerajaan, misalnya dalam cerita Janggan Asmarasanta. Jejer pertama adalah adegan Panakawan Semar, Gareng, Petruk, Bagong.

Babak Unjal adalah adegan datangnya tamu yang masuk dalam adegan jejer pertama, misalnya jejer Amarta kedatangan tamu Resi Durna, atau Raja Sabrang. Kalaupun tidak menggunakan babak unjal adegan tersebut biasanya memanggil senapati atau punggawa.

Adegan ini disebut Inggah-inggahan. Ada pula yang babak unjalnya 2 kali, misalnya jejer Dwarawati dengan babak unjal Gathotkaca, dan tamu berikutnya adalah Boma. Ada lagi perpaduan antara babak unjal dengan inggah-inggahan, misalnya jejer Dwarawati dengan babak unjal Prabu Baladewa lalu memanggil Abimanyu, peristiwa ini disebut inggah-inggahan.

Adegan Gapuran ini menandai berakhirnya adegan jejer (bedholan), yang dilanjutkan dengan perjalanan Sang Raja menuju Kedaton. Dalam perjalanannya raja menyempatkan diri untuk menikmati keindahan suasana dalam kerajaan, salah satunya adalah keindahan gapura. Dewasa ini adegan gapuran sudah jarang sekali disajikan utamanya pertunjukan yang berada di daerah-daerah pedalaman/ pedesaan, selain durasi adegan yang panjang dan monoton, gending yang digunakan juga cukup sulit garapnya yaitu gending Ayak-ayakan panjangmas serta janturan yang sulit dan juga panjang.

Kedatonan merupakan adegan pertemuan antara raja dengan permaisuri di dalam kedaton. Adegan ini juga sudah jarang disajikan.

Pasowanan Jawi adalah adegan yang biasanya dipimpin oleh tokoh berpangkat patih, yang mengabarkan hasil dari pertemuan (pasowanan) dalam adegan jejer pertama kepada segenap punggawa kerajaan yang tidak terlibat dalam adegan jejer pertama tersebut, kemudian dilanjutkan dengan adegan jaranan/kapalan yaitu prajurit menunggang kuda, diteruskan perang ampyak, bergotong royong memperbaiki jalan rusak yang akan dilalui oleh pasukan.

Adegan Sabrang adalah kerajaan di luar kerajaan jawa, atau kerajaan seberang lautan, atau jelasnya lagi kerajaan yang rajanya bersifat jahat. Merupakan adegan jejer ke dua dalam Pathet Nem. Tokoh dalam adegan ini dapat bermacam-macam Raksasa Muda (adipati), Raksasa/Buta Raton (raja), sabrang bagus, sabrang gagah. Namun ada pula yang bukan adegan sabrang, misalnya adegan Jagal Walakas, adegan kademangan Widarakandang dengan demang Antagopa, adegan pertapaan seperti dalam cerita Pregiwa-Pregiwati.

Perang Gagal adalah adegan pertempuran dalam Pathet Nem. Peperangan dapat terjadi antara prajurit dari kerajaan jejer pertama dengan pasukan dari kerajaan jejer ke dua (sabrang), tapi bisa juga antara prajurit dari kerajaan jejer pertama (Amarta, Dwarawati) dengan prajurit dari Astina yang secra kebetulan bertemu di jalan dan memiliki tujuan yang sama sehingga terjadi perselisihan.

Adegan Sabrang Rangkep memang jarang terjadi dan hanya terdapat dalam lakon-lakon tertentu. Selain tokoh raja sabrang bisa juga adegan kahyangan, atau adegan ditengah hutan, dan lainlain.

Pathet Sanga

Gara-gara adalah naratif dari huru-hara alam dan kemudian dilanjutkan dengan adegan panakawan bersuka ria, menari dan menyanyi, menyajikan lagu-lagu/gending dolanan.

Lazimnya pada jejer pertama dalam Pathet Sanga berisi adegan jejer pertapaan atau kapandhitan, namun bisa juga adegan kerajaan, kesatriyan, adegan panakawan, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan lakonnya. Alas-Alasan adalah adegan perjalanan kesatriya yang diiring oleh panakawan sedang melakukan perjalanan setelah turun dari pertapaan, melalui hutan belantara. Adegan ini bisa juga diganti adegan pasowanan jawi apabila jejer Sanga pertama berada di kerajaan.

Perang Kembang adalah perang antara ksatriya melawan raksasa (cakil), atau ksatriya melawan harimau, dan sebagainya, merupakan adegan perang pertama dalam Pathet Sanga. Adegan Sintren adalah adegan jejer setelah adegan perang kembang. Dalam beberapa lakon adegan sintren tidak ada.

Perang Sampak Tanggung atau Perang Sintren adalah adegan perang ke dua dalam Pathet Sanga. Dalam beberapa lakon adegan perang ke dua ini tidak ada.

Pathet Manyura

Adegan Manyura pertama dapat berupa jejer kerajaan, padepokan, kahyangan, ataupun kasatriyan. Adegan Manyura kedua dapat disambung dengan adegan-adegan berikutnya. Perang Manyura pertama, dapat diikuti adegan-adegan berikutnya dalam Pathet Manyura.

Amuk-amukan atau Perang Brubuh adalah merupakan perang terakhir dalam pertunjukan semalam suntuk yang menandai kekalahan dari tokoh jahat dan kemenangan dari tokoh baik. Tayungan adalah tarian yang melambangkan kegembiraan setelah mendapatkan kemenangan dalam perang brubuh. Tarian ini biasanya dilakukan oleh tokoh Bima, Bathara Bayu, Anoman atau bahkan panakawan Petruk dengan menari jathilan. Jejer Manyura terakhir adalah pertemuan pihak yang jaya atau sang pahlawan dilanjutkan dengan tanceb kayon.

Susunan adegan dalam satu lakon tersebut tidak mutlak tergantung lakon/cerita yang disajikan, dan hal tersebut bisa berubah tergantung sanggitnya dalang dalam menyusun adegan. Susunan adegan pakeliran gaya Surakarta ada sedikit perbedaan dengan gaya Jawatimuran. Adegan seperti perang ampyak, gara-gara, adegan sintren tidak terdapat dalam pakeliran gaya Jawatimuran. Beberapa adegan lain sama hanya istilahnya saja yang berbeda, misalnya adegan Perang Gagal pada gaya Surakarta yang hanya dilakukan satu kali dalam Pathet Nem, untuk gaya Jawatimuran disebut dengan perang sepisan, dan bisa didapat dua atau tiga kali adegan yang sama dalam satu Pathet. Adegan perang kembang gaya Surakarta, di Jawatimuran disebut perang gagal yang melambangkan kegagalan nafsu jahat yang menghalangi nafsu suci (baik).

Menyusun Skenario Film

Membuat Skenario Komedi
Penulisan Naskah (Skennario) Program TV

Terima kasih
Share ke : _

0 komentar:

Posting Komentar

 
© 2011 Terus Belajar Berbagi Kebaikan | www.jayasteel.com | Suwur | Pagar Omasae | Facebook | Rumah Suwur